Pada pertengahan tahun 2007 ketika saya mengikuti Festival Film INFIS SI3FEST di Surabaya saya tergugah oleh kata2 yang disampaikan salah satu juri dalam sesi kata sambutannya. Juri itu adalah Bu Ida, salah satu dosen FISIP komunikasi Universitas Airlangga dan Pakar film. Beliau berkata “dari sekian film animasi yang masuk semuanya berkisah tentang kekerasan, ada yang baik dan ada yang buruk, meskipun itu berkisah tentang superhero yang berhubungan dengan anak-anak tetapi tetap mengandung unsur perkelahian dan kekerasan. Film animasi sangat dekat dengan anak, Kenapa tidak ada film yang benar-benar untuk anak?”. Dari situ saya tertantang, suatu saat saya akan membuat film yang benar-benar untuk anak.
Sepanjang 2007 sampai 2009 saya memikirkan ide cerita untuk anak, ternyata membuat cerita yang anak2 itu sangat susah. Selama dua tahun itu saya tidak menemukan cerita anak yang membuat saya memfilmkannya. Saya mencari referensi film anak, hingga saya menemukan cerita anak yang menurut saya sangat ideal untuk anak.
The Curious George, cerita tentang George seekor monyet kecil yang diasuh oleh seorang pria bertopi kuning. Di film ini tidak ada satupun tokoh jahat, semua tetangga pria berbaju kuning sangat ramah, dunia tampak sangat damai. Dan sifat keingintahuan George tentang banyak hal mampu mengajak anak2 untuk menikmati film tentang belajar banyak hal, entah itu pengetahuan atau budi pekerti. Menurut saya, film ini sangat keren untuk dikomsumsi anak.
Hingga kemudian akhir 2009 saya menemukan sebuah ide cerita, meski tokohnya tidak benar-benar baru. Suro dan Boyo sudah berhasil hidup dengan tengah masyarakat. Saya pun mencoba mengexplore tokoh ini menjadi versi anak2. Ini juga salah satu solusi karena persebaran film Suro Boyo sebelumnya yaitu Grammar, yang seharusnya untuk konsumsi orang dewasa, menjadi tidak terkendali menyebar tidak pada targetnya.
Beberapa orang mungkin akan beranggapan saya latah karena Upin dan Upin karena serial animasi dari Malaysia ini sangat buming di Indonesia saat ini. Silakan beranggapan seperti itu namun saya tidak merasa terinspirasi dari Upin dan Upin, prosesnya sudah saya jelaskan di awal tulisan saya ini. Sebelumnya saya tidak pernah tahu soal film itu. Bahkan Karakter Culo Boyo juniol pertama kali saya desain untuk kaos versi anak-anak, karena waktu itu ada ibu-ibu yang menyakan, apa tidak ada kaos suro boyo ukuran anak-anak?. Saya fikir memang film Grammar Suroboyo tidak untuk anak tentu saja kaosnya juga tidak untuk anak. Lalu saya mencoba mendesain kaos yang bergambar karakter suro dan boyo versi anak, setelah jadi saya terdiam dan sepertinya bagus kalau ada filmnya sekalian.
kalau saya melihat tanggal filenya tertulis 19 Agustus 2009 saya mendesain karakter culoboyo juniol.
Setiap Gathotkaca studio akan mengeluarkan kaos desain baru. Saya selalu membicarakan alternativenya bersama partner saya , Vinka Maharani. Ketika kami bertemu dan membicarakan alternative kaos yang pada akhirnya kami mengeluarkan kaos tema Full Character beberapa waktu lalu.
Dalam pertemuan itu, Saya mengutarakan ide desain kaos Culoboyo Juniol dan ide filmnya. Sebuah film untuk anak yang dekat dengan anak dengan konsep bicara yang anak-anak, bahasa cadel. Ini sangat unik karena belum satupun film anak yang memakai bahasa anak2 ini.
Vinka pun sangat mendukung ide ini. Pada awalnya film ini saya bikin untuk memperkuat peranan Vinka Maharani di Gathotkaca studio. Saya memberikan kesempatan kepada Vinka untuk mengajukan ide cerita karena saya sendiri juga kesulitan menemukan ide cerita. Jika Vinka dapat menemukan ide menarik saya akan membuat filmnya dan dia sebagai penulis ceritanya.
Vinka pun kemudian mengajukan ide cerita, Namun saya merasa kurang sreg. Hingga akhirnya pada hari jumat saya lupa tanggalnya. Tiba-tiba saya melamun ketika mendengarkan khotbah jumat dan mendapatkan ide cerita Culoboyo juniol. Setelah sholat jumat saya pun mengirimkan sms kepada vinka kalau saya telah menemukan ide ceritanya. Vinka bertanya, memangnya Khotbahnya soal apa? Saya sendiri heran khotbah jumat waktu itu tidak ada hubungannya, karena Khotbahnya soal pejabat yang korupsi.
Ketika saya telah mengantongi sebuah ide cerita saya membayangkan bagaimana film ini nantinya. Kebetulan ketika saya pulang saya ke rumah saya melihat adik saya sedang menonton film animasi dari Malaysia. Saya pun ikut menonton dan saya perhatikan ceritanya cukup bagus. Saya pun bertanya pada adik saya film apakah ini? Upin dan Ipin. Saya jadi mendapatkan gambaran bagaimana film CuloBoyo ini nanti. Upin dan Ipin tidak menjadi inspirasi saya, namun film tersebut membantu memberikan gambaran kasar Culoboyo juniol yang waktu itu masih melekat di otak saya.
Seiring berjalannya waktu Upin dan Ipin cukup popular dikalangan masyarakat terutama anak2. Namun beberapa budaya dan nasionalisme Malaysia juga turut masuk dilingkungan anak-anak. Saya sempat mendengar lagu Rasa sayange tampil di upin dan Ipin, ini bisa memperkuat pandangan anak-anak kecil Indonesia kalau lagu tersebut memang berasal dari Malaysia. Padahal Indonesia dan Malaysia sering cek-cok soal pengakuan hak cipta seni dan budaya.
Dari alasan diatas saya harap Culoboyo Juniol bisa menjadi alternative tayangan untuk anak Indonesia terutama Jawa Timur. Tayangan yang sesuai dengan budaya yang memang berasal dari negeri sendiri bukan dari Negara lain.
Kalau culoboyo juniol bercerita tentang anak, lalu mengapa labelnya “Semua Umur” ? mengapa tidak sekalian berlabel “Anak-anak”? mmm.. saya merasa skenario saya belum sempurna, belum ideal layaknya the Curious George. Namun begitu, saya telah berusaha menyelesaikan film ini kurang lebih selama 2 bulan ditengah kesibukan saya. Desain Karakternya mulai saya desain ulang dan sempurnakan sekitar april 2009.
Dubber yang saya pilih pun tidak asal comot. saya telah melakukan pengamatan lama. Saya butuh pengisi suara yang memang saling bersahabat didunia nyata agar lebih menjiwai. Tidak hanya itu aransemen musiknya digarap oleh vembriona, seorang pengajar kelas music dan memang benar-benar dari dunia music.Sementara itu OST. Oke jeh juga telah digarap ulang oleh joseph Sudiro, basis VOX band yang pernah mengisi music di Grammar 3.5. Penggarapan music yang lebih serius ini dimaksudkan untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan originalitas karya.
Saya akhirnya memperbaiki desain karakter Culo dan Boyo hingga menjadi seperti sekarang ini
Lalu apakah saya masih akan melanjutkan cerita Grammar Suroboyo yang sarat dengan budaya misuh dan berlabel “dewasa”? Bukankah film itu diterima baik oleh pasar?
saya pikir mengikuti pasar bukan sesuatu yang buruk, tapi menciptakan pasar baru itu adalah sesuatu yang hebat.
No comments:
Post a Comment